Menulis jadi cara ampuh menjaga mental dan produktivitas di era sosial media.
Hidup di Antara Notifikasi dan Swipe Tak Henti
Pernah gak sih kamu bangun tidur, belum sempat nyentuh air wudhu, tapi jari udah duluan nyentuh ikon Instagram atau TikTok? Atau lagi makan, tangan kanan pegang sendok, tangan kiri scrolling berita yang bahkan nggak jelas sumbernya?
Tenang, kamu nggak sendiri. Kita semua sedang hidup dalam pusaran era sosial media. Era di mana semua serba instan, cepat, dan—kadang-kadang—nggak kerasa sudah lewat dua jam cuma buat nonton reels yang niat awalnya cuma “lima menit aja”.
Tapi, di tengah gemuruh digital itu, ada satu hal yang ternyata bisa jadi jangkar buat tetap waras: menulis.
Kenapa Menulis? Karena Jiwamu Butuh Ruang
Menulis di era sosial media ibarat menanam pohon di tengah jalan raya yang sibuk. Tidak semua orang akan langsung melihatnya, tapi ketika dia tumbuh, orang-orang akan mulai melirik, mungkin duduk di bawahnya, dan merasakan keteduhannya.
Di tengah aliran konten yang membanjiri otak—dari video kucing, motivasi palsu, sampai gosip seleb TikTok—menulis jadi tempat untuk kita mendengarkan diri sendiri.
Bukan cuma tentang “curhat”, tapi juga bentuk penyembuhan, perenungan, bahkan perlawanan terhadap distraksi. Tulisan itu bisa jadi ruang untuk memahami apa yang sebenarnya kita pikirkan, dan apa yang kita rasakan.
Produktif Tapi Tetap Manusia: Menulis Sebagai Latihan Disiplin
Menulis bukan sekadar produktif ala-ala toxic positivity yang bilang “kamu harus berkarya tiap hari!”. Enggak, bukan itu.
Menulis adalah bentuk disiplin lembut. Ia tidak memaksa, tapi mengundang. Dan di era sosial media yang terus mengiming-imingi dopamine instan, menulis mengajarkan kita untuk pelan, dalam, dan sadar.
Saya pribadi, melalui blog gorbysaputra.com, belajar merubah kebiasaan dari yang dulunya hanya “scrolling tanpa arah”, menjadi “menonton dengan maksud”. YouTube misalnya, saya pilih channel-channel yang bisa memantik ide. Mulai dari sastra, budaya, hingga gerakan sosial.
Dan tahu gak? Semua yang saya tonton, perlahan berubah jadi bahan tulisan. Saya tuangkan jadi konten di blog, atau artikel untuk media online. Prosesnya memang nggak instan. Tapi hasilnya, selalu membuat hati lebih tenang dan pikiran lebih jernih.
Sosial Media Itu Boleh, Tapi Jangan Sampai Kita Tenggelam
Kamu gak harus jadi anti sosial media. Instagram, Facebook, TikTok, dan Threads tetap bisa punya tempat di hidup kita. Tapi… harus ada batas. Harus ada rem.
Kamu bisa cek sendiri, berapa lama waktu yang kamu habiskan di aplikasi-aplikasi itu. Masuk ke pengaturan, lihat bagian manajemen aplikasi, dan kamu akan tahu, sosial media apa yang diam-diam menghisap waktu dan tenagamu.
Dan dari situ, kamu bisa mulai membangun kesadaran baru. Bahwa waktu yang kamu habiskan buat scrolling, bisa juga dialihkan buat menulis, dan siapa tahu, jadi karya yang dikenang orang.
Menulis, Menjaga Diri, Menjaga Jati Diri
Menulis bukan cuma untuk mereka yang ingin jadi penulis. Tapi juga buat siapa saja yang ingin menemukan kembali dirinya sendiri.
Saat kamu menulis, kamu melatih otak untuk berpikir jernih. Kamu belajar mengungkapkan pikiran secara terstruktur. Dan kamu menciptakan jejak digital yang positif—berbeda dari jejak likes atau komentar yang mudah tenggelam oleh algoritma.
Platform seperti tangituru.com bisa jadi ruang aman untuk kamu menuangkan isi kepala, tanpa takut di-judge, tanpa kejar viral-viral-an. Karena di sana, menulis adalah bentuk ekspresi, bukan eksploitasi.
Menulis Itu Menjaga Mental yang Tak Terlihat
Mental yang sehat bukan berarti kamu harus selalu bahagia. Tapi, kamu tahu bagaimana menenangkan badai di kepala. Dan bagi saya, menulis adalah salah satu caranya.
Bayangkan, satu hari yang penuh tekanan, rasa cemas karena pekerjaan, atau lelah karena perbandingan sosial media. Lalu kamu duduk, membuka laptop, menulis satu paragraf. Rasanya seperti menyapu debu dari kaca jendela.
Lama-lama, kamu bisa melihat keluar. Melihat lebih jelas. Dan menemukan bahwa dunia tidak seburuk itu.
Menulis Itu Memberi Manfaat untuk Orang Lain
Pernah gak kamu baca tulisan orang lain dan ngerasa, “Wah, ini banget yang lagi aku rasain”? Nah, tulisan kamu juga bisa jadi seperti itu untuk orang lain.
Setiap kali kamu menulis, kamu sedang menyusun kepingan pikiran yang mungkin bisa jadi pelipur lara untuk orang yang membacanya. Kamu gak pernah tahu seberapa besar dampaknya.
Dan itu berlaku untuk tulisan di blog pribadi, catatan harian, atau bahkan artikel ringan di platform komunitas. Jangan remehkan satu paragrafmu. Karena mungkin, itu satu-satunya hal yang bisa membuat orang merasa tidak sendirian hari ini.
Dari Scroll ke Story: Transformasi Kecil yang Berdampak Besar
Apa yang terjadi kalau setiap pagi, sebelum kamu membuka Instagram, kamu menulis 100 kata dulu? Atau satu paragraf tentang apa yang kamu pelajari hari itu?
Mungkin kamu gak langsung jadi penulis terkenal. Tapi, kamu sedang mengubah pola, mengganti konsumsi dengan produksi, dan membangun identitas digital yang lebih kuat. Kamu gak cuma jadi penonton di era sosial media—tapi ikut menciptakan isi dunianya.
Menutup Tab Sosial Media, Membuka Lembar Cerita Baru
- Banyak orang bilang kita sedang hidup di era “over informasi”. Tapi saya percaya, kita juga sedang hidup di era “over potensi”.
- Potensi kita seringkali terkubur karena terlalu sibuk menikmati karya orang lain, sampai lupa menciptakan karya sendiri.
Jadi, yuk mulai menulis. Mulai dari blog, dari catatan harian, atau platform seperti tangituru.com. Karena di balik tulisan, ada diri kita yang sedang dijaga. Dan itu, sangat berarti.
Pertanyaan Umum Seputar Menulis di Era Sosial Media
1. Apakah menulis bisa benar-benar membantu menjaga mental?
- Ya. Menulis terbukti sebagai salah satu teknik reflektif untuk mengurangi stres, meningkatkan fokus, dan memberi ruang untuk memahami emosi.
2. Bagaimana caranya tetap konsisten menulis di tengah godaan sosial media?
- Buat jadwal harian, tentukan waktu menulis tetap, kurangi notifikasi, dan gunakan aplikasi pembatas layar.
3. Apakah tulisan saya akan dibaca orang jika saya bukan penulis terkenal?
- Tentu! Semua penulis besar juga berawal dari “tidak dikenal”. Konsistensi dan kejujuran tulisan akan menemukan pembacanya sendiri.
4. Apakah platform seperti Tangituru cocok untuk pemula?
- Sangat cocok. Tangituru adalah ruang berbagi tulisan untuk siapa pun yang ingin menulis dengan bebas dan berkualitas.
Follow TangiTuru.com untuk mendapatkan berita terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel