Kupikir berjalan bersama salah satu bahu dunia sudah cukup membuat langkahku ringan. Kupikir satu lentera cukup untuk menerangi seluruh lorong masa remajaku yang panjang. Tetapi.. siapa sangka di sela langkah yang kelihatan tegap, ternyata ada bayangan yang terus berbisik: ada yang hilang, sejak lama dan tak pernah benar-benar terganti.
Sudah lama aku menapaki hari-hari tanpa sosok itu. Sosok yang dulu digambarkan orang-orang adalah cinta pertama bagi jiwa kecil perempuan. Beberapa Minggu ini, entah mengapa hatiku kembali memilu. Luka lama yang kupikir telah tertutup, ternyata hanya mengeras dipermukaan. Sementara bagian dalamnya masih basah, masih berdarah, meraung dalam sunyi.
Mungkin..
Ya, mungkin karena Minggu kemarin melihat seorang anak kecil digendong oleh bahunya, tertawa lepas, dikecup hangat di ubun-ubunnya, lalu dituntun dengan sabar menyebrang jalan.
Rasanya seperti melihat potongan hidup yang seharusnya kumiliki. Namun, tak pernah ku jamah. Ada bagian dalam diriku yang berdesir, lalu perlahan-lahan retak. Bukan karena iri, bukan karena cemburu tapi rindu yang terlalu lama tanpa sadar terpendam.
Aku tidak tumbuh dalam hening. Aku tertawa, berbicara, bersenda, bahkan terkadang tampak bahagia. Tapi semua itu terjadi dengan satu sisi yang kosong seperti lukisan yang hanya diarsir setengah. Seperti lagu yang tak punya nada dasar. Aku terbentuk kuat bukan karena ingin, tapi karena harus.
Tidak ada tempat untuk menangis terlalu lama karena tidak ada tangan besar yang bisa memeluk dan berkata, "Tak apa, dunia tidak akan menjatuhkanmu saat aku disini"
Mereka bilang kehilangan itu bagian dari hidup. Mereka tidak pernah menjelaskan bagaimana rasanya kehilangan sebelum sempat memiliki sepenuhnya. Aku tahu suaranya, tapi tak ingat nadanya. Aku tahu wujudnya, tapi tak bisa menggambarkannya tanpa bantuan foto. Dan, aku tahu perannya penting, sangat penting karena sampai kapanpun, kekosongan itu masih terasa nyata.
Ada masa dimana aku ingin marah. Pada takdir, pada waktu, pada kehidupan. Kenapa harus saat masih proses remaja untuk memahami arti perpisahan? Kenapa dunia mencabut salah satu akar tempatku berpijak dan membiarkanku tumbuh dengan keseimbangan yang pincang?
Namun, semakin dewasa, mulai belajar menerima meski belum sepenuhnya berdamai. Mungkin tak akan pernah bisa. Aku belajar bahwa tidak semua kehilangan harus diisi. Beberapa hanya perlu dipeluk, dijaga, dan diberi ruang dalam diri. Seperti diam diantara dua kalimat yang memberi makna lebih dalam.
Sosok itu, mungkin tak ada lagi di dunia ini. Ia hidup dalam cara kakiku tetap melangkah. Dalam caraku menangis diam-diam tapi tetap bangun esok harinya. Dalam caraku menyimpan rindu yang tak pernah bisa ditukar dan tetap ku jaga agar tak berubah jadi amarah.
Aku tumbuh setengah
Lalu berusaha menjadi utuh sendiri
Diantara semua kehilangan itulah yang paling mengajariku arti kekuatan---yang tidak selalu tampak dari luar. Terasa dalam jiwa.
Follow TangiTuru.com untuk mendapatkan berita terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel
Disclaimer...
Artikel ini buatan Written💐, TangiTuru.com tidak bertanggung jawab atas hal apa yang terjadi