Hal yang sering kali terjadi pada Generasi Z sebelum tidur: sudah nyaman di tempat tidur, lampu sudah mati, alarm sudah disetel, bukannya tidur kepala malah kelayapan kemana-mana. Otak malah sibuk memutar ulang obrolan tadi siang, merencanakan kemungkinan besok makan apa dan tiba-tiba mengingat momen memalukan dari lima tahun yang lalu. Welcome to Overthinking World!
Sebuah fenomena yang sangat akrab bagi Generasi Z. Berpikir berlebihan bukan hal yang baru. Tapi kelihatannya Generasi Z mengalaminya salam skala yang jauh lebih intens, iyakan? Tapi, Kenapa ya generasi ini lebih rentan sama overthinking?
Informasi Tanpa Henti, Otak Tidak Bisa Istirahat!
Generasi Z ini nyatanya tumbuh di tengah derasnya arus informasi yang tidak pernah berhenti. Setiap kali membuka ponsel, mereka dibombardir oleh notifikasi, berita, opini hingga drama media sosial yang mereka gunakan. Semua itu membuat otak terus bekerja, memproses, membandingkan dan juga menilai. Akhirnya, saat istirahat tiba, otak belum tentu bisa ikut "diam".
Ditambah lagi tekanan dari media sosial: harus tampil oke, punya pandangan hidup yang jelas dan seakan tau apa yang harus dilakukan. Ketika realita tidak sesuai dengan ekspetasi yang dibangun secara online tersebut, muncullah overthinking: "Aku salah pilih jalan hidup, ya?", "Kok kayaknya hidup orang lain lebih enak, yaa.", atau "sebenarnya aku cukup ga sih?"
Ketakutan Akan Gagal dan Perfeksionisme Terselubung
Nyatanya banyak Generasi Z tumbuh dengan harapan yang tinggi dari keluarga, sekolah dan juga lingkungan mereka. Satu sisi mereka diajarkan untuk "berani mencoba hal baru", tapi di sisi lain kegagalan dipandang sebagai aib. Ini menciptakan rasa takut untuk salah, yang pada akhirnya membuat banyak dari mereka menganalisis segala sesuatu secara berlebihan.
Hal kecil yang sering kali terjadi, sesederhana mengirimkan pesan, mereka bisa menulis berulang kali. Bukan karna tidak tahu apa yang mau dikatakan, tetapi karena takut salah paham, dinilai aneh, atau bahkan terkesan terlalu 'ngarep'.
Mental Health Awareness: Berkah atau Beban Tambahan?
Dikenal sebagai generasi yang sangat sadar akan pentingnya kesehatan mental, Generasi Z lebih pahan istilah anxiety, trauma, boundaries dan attachment style. Tapi kesadaran ini kadang bisa menjadi bumerang bagi mereka. Terlalu banyak menerima informasi tentang kondisi psikologis justru membuat merka semakin sadar akan 'kesalahan' dalam pola pikir atau hubungan mereka sendiri hingga memikirkannya secara terus-menerus.
Terkadang overthinking ini muncul dari niat baik: ingin lebih memahami diri sendiri. Tapi kalau terus-menerus diputar di kepala tanpa solusi, akhirnya malah kelelahan, berujung stress.
Bagaimana Cara Mengelola Overthinking?
Ada kabar baik untuk kamu yang ternyata seorang overthinker, berfikir berlebihan ternyata bisa dikelola. Bukan dihilangkan tetapi lebih diarahkan agar tidak menyabotase diri sendiri.
1. Tulis! Jangan disimpak di dalam kepala.
Sesimpel menulis jurnal atau note di ponsel kalian bisa membantu memindahkan pikiran dari kepala ke sebuah media. Kadang dengan menuliskannya, kita sadar bahwa ternyata masalah yang kita pikirkan gak berat berat amat.
2. Latih Mindfulness
Lakukan meditasi ringan atau sekadar menyadari bahwa nafas bisa jadi jangkar yang dapat menahan kita agar kita tidak tenggelam dalam pikiran kita sendiri.
3. Batasi konsumsi digital
Coba detox sejenak atau kurasi konten yang kamu konsumsi karena terlalu banyak scrolling media sosial bisa memicu overthinking.
4. Ngobrol
Coba berinteraksi dengan cerita ke teman, keluarga atau bahkan terapis bisa membantu melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda juga meredakan pikiran yang berputar-putar.
Sooooo, overthinking bukan kelemahan, tetapi sinyal bahwa otak kita sedang kewalahan. Dunia yang menuntut untuk terus bergerak cepat, kadang kita perlu berhenti sebentar, bertanya "Memangnya semua ini perlu dipikierkan sekarang?". Karena sering kali, yang kita butuhkan bukan solusi langsung tetapi ruang untung bernafas.
XO!